Tadinya teman-teman sempat mengatakan bahwa terbang dengan helikopter mereka sangat takut, karena cuaca buruk. Bagi saya, saya sangat termotivasi dan sangat tertantang. Sebelum saya kembali ke Papua saya memang sudah punya mimpi, apabila saya kembali saya ingin jadi dokter terbang di seluruh pedalaman. Dan mimpi ini jadi kenyataan. Saya tergabung dalam suatu yayasan disini Baliem Mission Centre. Dalam struktur organisasi saya sendiri sebagai manajer khusus untuk medical. Kami punya jadwal per 2 bulan kami kunjungi beberapa daerah yang BMC sendiri sudah datang dan buka daerah-daerah itu. Pertama di arah Utara di daerah Kaimana itu ada satu danau Esrotnaba itu yang jadi pusat pelayanan kami di sana, dan kedua ke arah Selatan yaitu daerah Korowai. kami ada kerjasama juga dengan Helivida. Helivida ini satu yayasan khusus yang melayani seluruh pedalaman. Satu kali saya dengan pilot Erwin, pilot Helivida, kita berdua terbang sekitar jam 12 siang karena ada panggilan di satu desa di perbatasan Oksibil dan daerah Boven Digul, itu kira-kira dari Wamena kami terbang 2 jam 20 menit. Nah, perjalan menuju Boven Digul itu harus melewati pegunungan yang cukup tinggi di daerah Kurima, Iberoma, Tama, nah di situ angin cukup kencang dan tiba-tiba awan tebal tutup pengunungan itu. Jadi kami sudah tidak bisa lihat lagi. Dan kami tidak boleh terbang terlalu tinggi. Jadi kami ikuti Sungai Baliem, ikuti terus, tapi saat itu hujan lebat. Ya saya sempat diam, dan pilot bilang, "dokter Mia tidak usah khawatir karena kita mengucap syukur pada Tuhan. Hari dia kirim hujan yang cukup lebat, artinya saya tidak capek untuk mencuci helikopter ini lagi. Tapi Tuhan sudah mencucinya dari surga." Yah..saya tiba-tiba stres itu langsung hilang. Hari-hari, setelah melayani di rumah sakit, tiba-tiba ada panggilan medivac dari Helivida ya itu saya sudah harus standby dan kapanpun dalam cuaca baik atau buruk kalau yang namanya medivac pilot siap berangkat, saya juga siap untuk terbang dengan mereka untuk evakuasi pasien. mama, mama sini Bapak dan mama juga pernah jadi perawat melayani pasien-pasien. Sampai di pedalaman sini juga, sampai di daerah yang terpencil. Yang orang takut untuk masuk. Tapi bapak dan mama sudah menyerahkan diri untuk datang melayani mereka. Saya termotivasi sekali dari kedua orang tua. Sejak kecil bapak selalu tiba-tiba dipanggil dari rumah sakit karena ada operasi cito. Beliau harus keluar dari malam sampai pagi, kadang tidak istirahat. Kalau umpamanya ada pasien berikut lagi yang harus dioperasi dokter menelpon dan beliau juga keluar sebagai asisten pada saat itu. Disamping operasi-operasi yang sulit, kadang-kadang ada medivac dari MAF jaman itu, beliau harus berangkat dan tinggalkan kita itu berhari-hari. Mereka punya umat yang ada itu dikumpulkan semua untuk saya periksa. Saya kasih imunisasi. Saya tinggal dan kerja di situ. Ini Puskemas yang saya kerja buat mereka. Itu jaman dulu jadi tidak berwarna seperti punya saya Ada perjalanan dari Karumbaga ke Bokondini, itu yang paling jauh. Kakak Mia harus di dalam noken lagi karena masih kecil sekali. Kalau sudah haus saya turunkan, saya kasih ASI baru jalan lagi. Isi di noken, kami naik gunung. Kan susah, susah untuk dukung begini to? Ditaruh di pundak to? Apalagi jalan setapak kan kayu. Kayu-kayu apa, kena kepala apa segala macam. Trus jalan tidak bisa cepat kalau di atas punggung. Tapi dengan di noken, itu cepat. Biar mendaki, mendaki gunung, kan mudah untuk memegang di akar-akar begitu. Kan mudah to? Saya punya cerita yang menarik, waktu tahun 2009 saya mulai kerja di UGD Wamena tiba-tiba ada kasus di Tolikara. Mereka rombongan besar ini, dievakuasi ke UGD Wamena. Datang satu perawat yang cukup senior, dia datang pegang kepala saja begini. Ya saya mengerti maksud itu. Kalau cuma pegang kepala itu berarti bahwa saya pernah ada di dalam noken dan dia punya kepala ini, mereka ini yang pernah pikul saya. Jadi untuk membalas semua kebaikan kepada saudara-saudara saya yang saya bilang tangan-tangan Tuhan ini, dengan uang saja itu tidak cukup. Saya harus membalas dengan cara mengembalikan semua kebaikan, kasih, yang pernah mereka berikan kepada saya ini, saya menyalurkan kasih dan berkat ini kepada semua orang-orang yang saya bisa layani. Jadi saya tidak termotivasi untuk praktek, untuk mencari uang lagi dari pasien-pasien untuk menghidupi saya punya diri. Tidak. Bagi saya dokter adalah seorang penyembuh. Itu saja.